Sebagaimana
diketahui, olahraga memang dapat membantu anak memahami kemampuan serta
perkembangan tubuhnya. Melalui olahraga anak dapat mengoptimalkan perkembangan
otot maupun kemampuan motoriknya. Perkembangan ini berdampak lebih besar
khususnya pada anak berusia kurang dari delapan tahun.
Ketika anak memasuki kisaran usia 8 tahun, anak telah mampu mengenal konsep olahraga sebagai kompetisi yang menghasilkan kemenangan ataupun kekalahan. Olahraga pada tahap ini tidak hanya membantu perkembangan anak, namun juga mampu memfasilitasi anak untuk mempelajari kerjasama, ketekunan, bersabar untuk memperoleh sesuatu, motivasi berprestasi, maupun asertivitas.
Olahraga, khususnya olahraga tim, mampu memberikan akses sosial kepada anak. Melalui olahraga anak dapat dikenalkan kepada lingkungan baru yang dapat membantu kemampuan adaptasi, komunikasi, bahkan kepemimpinan. Anak yang berolahraga terbukti lebih sedikit mengalami kesepian.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa anak yang berhasil dalam olahraga cenderung dilihat lebih tinggi statusnya serta lebih mudah diterima dalam lingkungan sosial sehingga banyak yang kemudian dijadikan pemimpin oleh teman-temannya. Tidak hanya itu, kepercayaan diri yang dimiliki juga lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak berolahraga.
Satu hal yang menarik adalah partisipasi anak dalam olahraga juga dipengaruhi usia. Penelitian menunjukkan bahwa usia 6-11 tahun merupakan usia anak cukup aktif berolahraga. Namun kemudian partisipasi tersebut menurun seiring bertambahnya usia anak.
Beberapa hal yang diduga melatarbelakangi hal tersebut adalah adanya kejadian negatif ketika anak berpartisipasi dalam olahraga. Di antara banyak kejadian negatif yang dapat terjadi, yang paling berpengaruh terhadap anak adalah komentar orang dewasa yang bersifat destruktif. Orang dewasa yang dimaksud dapat meliputi orang tua, guru, ataupun pelatih. Lebih lanjut dijelaskan bahwa anak yang merasa terpaksa untuk terus melakukan olahraga cenderung dapat melihat dirinya sendiri sebagai individu yang kurang berharga.
Seperti hal lainnya di dunia ini, olahraga juga memiliki sisi negatif. Anak dapat melihat bahwa olahraga yang dijalaninya menjadi terlalu kompetitif ataupun terlalu kasar. Ketidaknyamanan tersebut dapat mengakibatkan stress, cedera, dan burnout pada anak. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa seiring dengan semakin berkembangnya industri olahraga kearah yang lebih komersil, fungsi utama olahraga sebagai sarana perkembangan serta pengenalan diri anak cenderung dikesampingkan. Adapun kemudian anak ‘dieksploitasi’ untuk berhasil dalam dengan tujuan akhir berupa materi atau ketenaran orangtua/guru/pelatih.
Data-data di atas menunjukkan sisi positif dan negatif olahraga pada anak. Apabila di sekitar anda terdapat anak yang memiliki minat pada olahraga, berikut beberapa hal yang dapat dilakukan agar anak mendapatkan manfaat maksimal dari olahraga:
Jadilah contoh yang baik. Anak akan lebih berminat untuk berpartisipasi dalam olahraga apabila melihat orangtua juga berpartisipasi dalam olahraga.
Biarkan anak memilih olahraga yang diminati. Mempertimbangkan bahwa anak tersebut yang akan menjalani latihan, bertanding dan berkompetisi maka pilihan anak akan olahraga tersebut sangatlah penting.
Pastikan komentar yang diberikan (oleh orangtua/guru/pelatih) adalah komentar positif. Anak yang menerima komentar positif memiliki waktu partisipasi yang lebih lama dalam olahraga dibanding anak yang menerima komentar netral maupun negatif. Adapun kemudian, anak yang terus berolahraga hingga ketahap remaja terbukti memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi serta lebih mampu beradaptasi di lingkungan sosial.
Tekankan bahwa peningkatan diri lebih penting dibandingkan kemenangan. Orangtua yang memberikan komentar positif terkait usaha untuk meningkatkan kemampuannya dapat membantu anak untuk terus berkembang. Pengalaman bahwa perkembangan positif dihargai oleh lingkungan tersebut dapat terus dikenang oleh anak dan dapat berguna pada hidupnya.
Dahulukan prioritas anak. Anak mungkin tidak selamanya menyenangi aktivitas olahraga, oleh karena itu pastikan anak mampu menyampaikan apabila dirinya sudah tidak tertarik berolahraga.
Sumber yang dipakai:
Brady, F. 2004. Children’s Organized Sports: A DEVELOPMENTAL PERSPECTIVE. Journal of Physical Education, Recreation & Dance; Feb 2004; 75, 2; ProQuest pg. 35
Eppright, T.D., Sanfacon, J.A., Beck, N.C., & Bradley, J.S. 1997. Sport Psychiatry in Childhood and Adolescence: An Overview. Child Psychiatry and Human Development, Vol. 28(2). Human Sciences Press, Inc.
Findlay, L.C. & Coplan, R.J. 2008. Come out and play: shyness in childhood and benefits of organized sports participation. Canadian journal of behavioral sciencel Jul 2008 40, 3; PsycARTICLES pg 153.
Irawan. 2013. Chelsea Juga Akan Buka Sekolah Sepak Bola di Indonesia. Diambil secara online dari http://duniasoccer.com/Duniasoccer/Indonesia/Varia-Warta/Chelsea-Juga-Akan-Buka-Sekolah-Sepak-Bola-di-Indonesia pada tanggal 22 November 2013
Smoll, F. & Smith, R.E. 2013. Youth Sports 101: Top 9 Tips for Moms and Dads. Diambil secara online dari http://www.psychologytoday.com/blog/coaching-and-parenting-young-athletes/201304/youth-sports-101-top-9-tips-moms-and-dads pada tanggal 23 November 2013.
Theokas, C. 2009. Youth Sport Participation-A View of the Issues: Introduction to the Special Section. Developmental Psychology 2009, Vol. 45, No. 2, 303–306. APA.
Sumber: http://ruangpsikologi.com/olahraga-dan-manfaat-psikologis-untuk-anak
Ketika anak memasuki kisaran usia 8 tahun, anak telah mampu mengenal konsep olahraga sebagai kompetisi yang menghasilkan kemenangan ataupun kekalahan. Olahraga pada tahap ini tidak hanya membantu perkembangan anak, namun juga mampu memfasilitasi anak untuk mempelajari kerjasama, ketekunan, bersabar untuk memperoleh sesuatu, motivasi berprestasi, maupun asertivitas.
Olahraga, khususnya olahraga tim, mampu memberikan akses sosial kepada anak. Melalui olahraga anak dapat dikenalkan kepada lingkungan baru yang dapat membantu kemampuan adaptasi, komunikasi, bahkan kepemimpinan. Anak yang berolahraga terbukti lebih sedikit mengalami kesepian.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa anak yang berhasil dalam olahraga cenderung dilihat lebih tinggi statusnya serta lebih mudah diterima dalam lingkungan sosial sehingga banyak yang kemudian dijadikan pemimpin oleh teman-temannya. Tidak hanya itu, kepercayaan diri yang dimiliki juga lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak berolahraga.
Satu hal yang menarik adalah partisipasi anak dalam olahraga juga dipengaruhi usia. Penelitian menunjukkan bahwa usia 6-11 tahun merupakan usia anak cukup aktif berolahraga. Namun kemudian partisipasi tersebut menurun seiring bertambahnya usia anak.
Beberapa hal yang diduga melatarbelakangi hal tersebut adalah adanya kejadian negatif ketika anak berpartisipasi dalam olahraga. Di antara banyak kejadian negatif yang dapat terjadi, yang paling berpengaruh terhadap anak adalah komentar orang dewasa yang bersifat destruktif. Orang dewasa yang dimaksud dapat meliputi orang tua, guru, ataupun pelatih. Lebih lanjut dijelaskan bahwa anak yang merasa terpaksa untuk terus melakukan olahraga cenderung dapat melihat dirinya sendiri sebagai individu yang kurang berharga.
Seperti hal lainnya di dunia ini, olahraga juga memiliki sisi negatif. Anak dapat melihat bahwa olahraga yang dijalaninya menjadi terlalu kompetitif ataupun terlalu kasar. Ketidaknyamanan tersebut dapat mengakibatkan stress, cedera, dan burnout pada anak. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa seiring dengan semakin berkembangnya industri olahraga kearah yang lebih komersil, fungsi utama olahraga sebagai sarana perkembangan serta pengenalan diri anak cenderung dikesampingkan. Adapun kemudian anak ‘dieksploitasi’ untuk berhasil dalam dengan tujuan akhir berupa materi atau ketenaran orangtua/guru/pelatih.
Data-data di atas menunjukkan sisi positif dan negatif olahraga pada anak. Apabila di sekitar anda terdapat anak yang memiliki minat pada olahraga, berikut beberapa hal yang dapat dilakukan agar anak mendapatkan manfaat maksimal dari olahraga:
Jadilah contoh yang baik. Anak akan lebih berminat untuk berpartisipasi dalam olahraga apabila melihat orangtua juga berpartisipasi dalam olahraga.
Biarkan anak memilih olahraga yang diminati. Mempertimbangkan bahwa anak tersebut yang akan menjalani latihan, bertanding dan berkompetisi maka pilihan anak akan olahraga tersebut sangatlah penting.
Pastikan komentar yang diberikan (oleh orangtua/guru/pelatih) adalah komentar positif. Anak yang menerima komentar positif memiliki waktu partisipasi yang lebih lama dalam olahraga dibanding anak yang menerima komentar netral maupun negatif. Adapun kemudian, anak yang terus berolahraga hingga ketahap remaja terbukti memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi serta lebih mampu beradaptasi di lingkungan sosial.
Tekankan bahwa peningkatan diri lebih penting dibandingkan kemenangan. Orangtua yang memberikan komentar positif terkait usaha untuk meningkatkan kemampuannya dapat membantu anak untuk terus berkembang. Pengalaman bahwa perkembangan positif dihargai oleh lingkungan tersebut dapat terus dikenang oleh anak dan dapat berguna pada hidupnya.
Dahulukan prioritas anak. Anak mungkin tidak selamanya menyenangi aktivitas olahraga, oleh karena itu pastikan anak mampu menyampaikan apabila dirinya sudah tidak tertarik berolahraga.
Sumber yang dipakai:
Brady, F. 2004. Children’s Organized Sports: A DEVELOPMENTAL PERSPECTIVE. Journal of Physical Education, Recreation & Dance; Feb 2004; 75, 2; ProQuest pg. 35
Eppright, T.D., Sanfacon, J.A., Beck, N.C., & Bradley, J.S. 1997. Sport Psychiatry in Childhood and Adolescence: An Overview. Child Psychiatry and Human Development, Vol. 28(2). Human Sciences Press, Inc.
Findlay, L.C. & Coplan, R.J. 2008. Come out and play: shyness in childhood and benefits of organized sports participation. Canadian journal of behavioral sciencel Jul 2008 40, 3; PsycARTICLES pg 153.
Irawan. 2013. Chelsea Juga Akan Buka Sekolah Sepak Bola di Indonesia. Diambil secara online dari http://duniasoccer.com/Duniasoccer/Indonesia/Varia-Warta/Chelsea-Juga-Akan-Buka-Sekolah-Sepak-Bola-di-Indonesia pada tanggal 22 November 2013
Smoll, F. & Smith, R.E. 2013. Youth Sports 101: Top 9 Tips for Moms and Dads. Diambil secara online dari http://www.psychologytoday.com/blog/coaching-and-parenting-young-athletes/201304/youth-sports-101-top-9-tips-moms-and-dads pada tanggal 23 November 2013.
Theokas, C. 2009. Youth Sport Participation-A View of the Issues: Introduction to the Special Section. Developmental Psychology 2009, Vol. 45, No. 2, 303–306. APA.
Sumber: http://ruangpsikologi.com/olahraga-dan-manfaat-psikologis-untuk-anak
0 komentar:
Posting Komentar